cara mengelola utang

Cara Mengelola Utang Secara Bijak

Table of Contents

Utang telah menjadi realitas pahit bagi banyak pekerja, terutama mereka dengan penghasilan pas-pasan yang berjuang menghadapi kenaikan biaya hidup.

Kebutuhan mendesak yang tak sebanding dengan pendapatan sering kali mendorong individu mengambil utang sebagai solusi jangka pendek. 

Namun, tanpa pengelolaan bijaksana, utang, terutama yang berasal dari pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater, dapat berubah menjadi bumerang.

Kondisi ini juga memicu sindrom “gali lubang tutup lubang”, yakni utang baru diambil untuk melunasi utang lama, menciptakan siklus tak berkesudahan.

Pemicunya bisa berupa kebiasaan dari kondisi awal berutang, atau keterpaksaan akibat situasi mendesak yang membutuhkan dana cepat.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyoroti pinjaman daring (pindar) seharusnya dipandang sebagai layanan yang perlu dikelola dengan baik agar menjadi solusi, bukan masalah. 

“Keputusan untuk mengambil pinjaman harus diiringi dengan pemahaman tentang kemampuan membayar kembali dan perencanaan keuangan yang baik,” tegas Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djarfar, seperti dikutip dari ANTARA.

Banyak pengguna layanan pindar terjerat masalah karena kurang bisa membedakan antara kebutuhan mendesak dan keinginan konsumtif.

Cara Mengelola Utang dengan Bijak dari Para Ahli Keuangan

Mengutip berbagai sumber, para perencana keuangan memberikan panduan praktis untuk mengelola utang secara sehat:

1. Pahami Batas Keuangan

Perencana Keuangan Rina Dewi Lina dan Andi Nugroho sepakat menyarankan total utang idealnya tidak melebihi 30-35 persen dari penghasilan bulanan. 

Hal ini penting agar pendapatan tidak habis hanya untuk membayar cicilan.

Prioritaskan utang produktif, yaitu utang yang nilainya dapat meningkatkan aset atau menghasilkan pendapatan tambahan, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau modal usaha. 

Sementara utang konsumtif sebaiknya dibatasi maksimal 15 persen dari total batas utang.

“Misalnya liburan itu masuk utang konsumtif maksimum 15 persen, tapi paling baik hanya 5 persen dari total utang dari penghasilan,” kata Rina Dewi Lina, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

2. Prioritaskan Utang Produktif

Tidak semua utang berdampak negatif. 

Utang produktif adalah pinjaman yang digunakan untuk aset yang nilainya berpotensi naik atau dapat menghasilkan pendapatan, seperti properti atau modal usaha. 

Andi Nugroho mencontohkan, “Kategori utang baik ini contohnya adalah KPR (kredit pemilikan rumah) atau properti. Selain itu juga ada utang untuk menjalankan bisnis.” 

Jika harus berutang, pilihlah opsi produktif.

3. Jangan Tunda Pembayaran Penting, Terutama KPR

Rina Dewi Lina menekankan urgensi pembayaran cicilan rumah. 

Menunda pembayaran KPR berisiko tinggi, mulai dari peringatan bank hingga penyitaan aset tempat tinggal. 

“Rumah harus diduluankan. Kalau utangnya mobil misalnya sejelek-jeleknya ditarik tidak mempertaruhkan satu keluarga seperti misalnya rumah,” ujarnya, menggarisbawahi prioritas kebutuhan primer.

4. Waspada Jebakan Paylater dan Pinjol

Kemudahan akses paylater dan pinjol sering kali membuat pengguna terlena. 

Rina mengingatkan bahwa mengabaikan sisa utang kecil sekalipun di paylater bisa berakibat status kredit macet jika tidak dibayar dalam 180 hari. 

Selain itu, semakin banyak perusahaan kini memeriksa riwayat kredit pinjol dan paylater calon karyawan saat proses rekrutmen.

5. Hindari Utang Menjadi Gaya Hidup

Utang sebaiknya tidak menjadi kebiasaan, meski aksesnya mudah dan rekam jejak pembayaran sebelumnya baik.

Kebiasaan berutang dapat memicu sifat konsumtif dan pembelian barang-barang tidak perlu hanya karena ingin memilikinya saja.

Bagaimana Jika Sudah Terlanjur Terlilit Utang?

Bagi yang sudah terlanjur memiliki beban utang, mengutip Kompas.com, Rista Zwestika, Head of Advisory & Investment Operations PINA, menyarankan langkah strategis berikut, alih-alih menambah utang baru:

1. Evaluasi dan Likuidasi Aset

Periksa seluruh aset secara menyeluruh. 

Mulai dari tabungan, investasi, atau simpanan lainnya yang bisa dicairkan atau dijual untuk membantu melunasi utang satu per satu.

2. Audit dan Pangkas Pengeluaran

Tinjau kembali ke mana saja uang dibelanjakan setiap bulan. 

“Review atau cek kembali saat ini pengeluarannya ke mana saja, dari sini akan terlihat jika ada pengeluaran-pengeluaran yang tidak terlalu penting maka bisa dialokasikan ke dana untuk mempercepat pelunasan utang,” saran Rista.

3. Tingkatkan Pendapatan

Jika langkah satu dan dua tidak mencukupi, sebaiknya fokus mencari sumber penghasilan tambahan. 

Ini merupakan solusi jangka panjang yang lebih sehat daripada sekadar menutup lubang lama dengan lubang baru.

Pentingnya Literasi dan Pengawasan

AFPI, sebagai mitra OJK, berperan aktif dalam meningkatkan literasi keuangan. Mereka menggelar edukasi tentang pengelolaan keuangan, risiko pinjaman, dan perbedaan layanan legal dan ilegal. 

Entjik S. Djarfar menyatakan, “Pindar dirancang untuk membantu masyarakat mengakses pendanaan dengan transparansi dan akuntabilitas. Namun, tanpa literasi keuangan yang memadai dan kesadaran yang baik, layanan ini bisa disalahgunakan atau menjadi beban yang sulit dikelola.” 

AFPI juga memastikan anggotanya mematuhi kode etik penagihan yang humanis dan melindungi data pengguna, dengan melatih lebih dari 21.600 tenaga penagih hingga awal 2025. 

“Kami ingin masyarakat memahami bahwa layanan pindar adalah alat bantu yang harus digunakan secara bijaksana. Dengan edukasi dan kesadaran yang lebih baik, masyarakat dapat menghindari beban finansial yang berlebihan,” tambah Entjik.

wpChatIcon
wpChatIcon